Kegelisahan Sunan Ibu terhadap Keadaan Buana Panca Tengah
Alkisah, pada zaman dahulu kala terdapat seorang Dewa gagah perkasa bernama Sunan Ibu, beliau tinggal di sebuah taman megah dan indah di kahyangan, tempat tersebut bernama Taman Sorga Loka. Pada suatu hari Sunan Ibu termenung, hatinya sedang gundah gulana dan resah, beliau merasa ada sesuatu yang salah dengan keadaan Buana Panca Tengah, saat itu Sunan Ibu juga tengah menunggu datangnya salah satu bawahannya yaitu Dewi Sri Pohaci Long Kancana.
Setelah Dewi Sri tiba, kemudian Dewi Sri Pohaci kemudian bercerita kepada Sunan Ibu bahwasanya ada suatu tempat di bumi yang masih belum memiliki cihaya. Cihaya maksudnya adalah suatu benda yang memiliki nilai manfaat bagi manusia, sehingga apabila tempat tersebut mendapat cihaya akan mengalami malapetaka. Tempat yang dimaksud oleh Dewi Sri bernama Bumi Buana Panca Tengah.
Sunan Ibu mendengarkan penjelasan Dewi Sri dengan penuh perhatian dan seksama, setelah selesai mendengar penuturan kisah dari Dewi Sri Pohaci, Sunan Ibu kemudian berpikir dan memutuskan untuk memberi cihaya kepada bumi, lantas iapun segera memberikan perintah kepada sang Dewi Sri agar ia segera pergi ke negeri Buana Panca Tengah.
Kepergian Dewi Sri Pohaci ke Bumi
Sebagai kewajiban dari seorang dewi, maka Dewi Sri Pohaci berkewajiaban melaksanakan tugas yang diberikan oleh Sunan Ibu, namun syaratnya ia ingin ditemani oleh seorang dewa saat turun ke bumi. Iapun meminta agar kepergiannya tersebut ditemani oleh Eyang Prabu Guruminda. Sunan Ibu dengan mantap mengabulkan permintaan dari Dewi Sri Pohaci. Sunan Ibu lantas segera memanggil Eyang Prabu Guruminda dan segera memintanya untuk menemani Dewi Sri Pohaci ke negeri Buana Panca Tengah.
Sebelum waktu pergi meninggalkan Taman Sorga Loka, Eyang Prabu Guruminda kemudian meminta sedikit waktu kepada Sunan Ibu untuk berpikir dan bersemedi tujuannya adalah dalam rangka memohon petunjuk Hiang Dewanata. Dalam semedinya tersebut, ternyata Hiang Dewanata memberikan petunjuk dan perintah kepada Eyang Guruminda supaya beliau mengubah Dewi Sri Pohaci menjadi sebutir telur putih.
Setelah memperoleh petunjuk, Eyang Guruminda segera mengakhiri semedinya tersebut dan melanjutkan perintah dari Sunan Ibu. Kemudian dengan kesaktiannya, beliau segera mengubah Dewi Sri Pohaci sesuai petunjuk dari Hiang Dewanata menjadi sebutir telur putih. maka, setelah semua persiapannya tersebut diselesaikan, maka, segeralah berangkat Eyang Prabu Guruminda menuju negeri Buana Panca Tengah dengan membawa Dewi Sri yang berwujud sebutir telur putih. Dewi Sri yang berwujud sebutir telur, disimpannya secara baik-baik agar terlindungi dalam sebuah kotak bernama Cupu Gilang Kencana. Dengan kesaktiannya, Prabu Guruminda kemudian melesat terbang ke segala penjuru utara-selatan-barat-timur mencari sebuah negeri bernama Buana Panca Tengah.
Ternyata dia dia lupa mengunci kotaknya, maka tanpa disengaja, Cupu Gilang Kencana yang sedang dibawanya kemudian terbuka, dan telur di dalamnya pun terjatuhlah ke bumi. Telur tersebut jatuh di suatu tempat yang dihuni oleh Dewa Anta.
Masa Kecil sampai Dewasa Dewi Sri Pohaci
Dewa Anta kemudian mengambil telur tersebut, karena beliau merasakan bahwa telur itu memiliki suatu kekuatan sakral yang luar biasa, telut tersebut kemudian disimpannya baik-baik dalam sebuah kota pusaka juga. Setelah beberapa waktu lamanya, ternyata telur tersebut menetas, maka lahirlah dari telur itu seorang putri yang sangat cantik yang tiada lain adalah putri jelmaan dari Dewi Sri Pohaci.
Dewa Anta terpukau dan amat sangat senang dengan kelahiran seorang bayi perempuan yang sangat cantik tersebut. Dewa Anta kemudian merawat sang putri layaknya putri sendiri, sehingga tumbuh menjadi seorang gadis dewasa yang cantik jelita. kecantikan dari Dewi Sri yang luar biasa segera tersebar ke seluruh penjuru Bumi. setiap raja dan pangeran ingin sekali melihat dan mempersunting Dewi Sri Pohaci.
Maka mulailah berdatangan pinangan para raja dari berbagai kerajaan di seluruh pelosok menemui Dewi Sri Pohaci dengan tujuan ingin meminangnya dan menjadikannya seorang permaisuri di kerajaannya. Tetapi Dewi Sri selalu saja berusaha menolak pinangan para raja tersebut karena ia teringat akan tugasnya yang belum diselesaikan, yaitu memberikan cihaya kepada negeri Buana Panca Tengah. Jika ia menerima pinangan dari salah satu raja atau pangeran tersebut, berarti ia telah mengabaikan tugas yang dibebankan kepadanya dari sunan Ibu.
Kepada setiap raja yang berminat meminangnya, Dewi Sri berbicara dengan jujur agar tidak menyakiti lawan biacaranya dan menjelaskan bahwa maksud kelahirannya ke dunia adalah untuk melaksanakan tugas dari Sunan Ibu di Taman Sorga Loka yaitu untuk memberikan cihaya kepada negeri Buana Panca Tengah. Namun, para raja tersebut sepertinya tidak perduli, mereka sangat ingin meminang dan menikahinya. Pinangan demi pinangan terus saja berdatangan tiada terbendung, hal tersebut membuat Dewi Sri menjadi sangat gundah gulana dan sulita makan karena terus menerus didesak untuk menikah hingga mengakibatkan Dewi Sri bimbang dan jatuh sakit.
Kegelisahan Dewi Sri Pohaci
Karena terus saja memikirkan tugasnya yang belum terselesaikan itu, semakin lama sakit yang di derita Dewi Sri semakin parah dari hari ke hari. Merasa hidupnya tidak akan lama lagi, Dewi Sri akhirnya menyampaikan amanat terakhir kepada ayahnya Dewa Anta. “Bila tiba saatnya nanti aku meninggal dunia dan bila kelak aku sudah dikuburkan, maka jangan heran jika terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku.”
Tidak lama kemudian, dengan kehendak yang Maha Kuasa, Dewi Sri Pohaci kemudian meninggal dunia. Amanat terakhir Dewi Sri Pohaci ternyata terbukti benar. Di pusaranya tiba-tiba ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ada selama ini. Pada bagian kepala tumbuhlah pohon kelapa, pada bagian tangan tumbuhlah pohon buah-buahan, pada bagian kaki tumbuhlah pohon ubi, sedangkan pada bagian perutnya tumbuhlah pohon aren. Juga tumbuh suatu tumbuhan lain yang sangat aneh kerana belum pernah ada selama ini.
Awal Mula Munculnya Tanaman Padi
Pada suatu hari di wakti pagi, ada kakek-nenek yang tengah mencari kayu bakar di hutan tempat pusara Dewi Sri. Tanpa sengaja kakek dan nenek melihat pusara Dewi Sri Pohaci yang ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan aneh. Mereka berdua terheran0heran karena belum pernah melihat tanaman seperti itu. Sebuah tanaman hijau layaknya rerumputan yang berdaun bagus berbuah masih hijau berbulu bagus pula. Kakek dan nenek itu akhirnya memutuskan untuk secara rutin membersihkan pusara Dewi Sri Pohaci dan memelihara tumbuhan aneh tersebut.
Demikianlah, dari hari ke hari, minggu ke minggu, kakek dan nenek dengan penuh kesabaran dan ketekunan membersihkan pusara dan memelihara tanaman yang menurut mereka aneh tersebut. Menjelang bulan ke 5, buah yang hijau tadi telah penuh berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena berat buahnya.
Menjelang bulan ke 6, kemudian ditengoknya kembali tumbuhan tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi menguning dan sangat indah nampaknya dan berisi dalamnya.
Si kakek kemudian mencicip buahnya dan terasa olehnya rasa sedikit manis. Kakek dan nenek kemudian menyiapkan dupa beserta apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon izin kepada Hiang Dewanata.
Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah tumbuhan aneh tersebut dan alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada tangkai yang dipotong tadi mengeluarkan cairan bening serta harum semerbak.
Akhirnya timbul niatnya untuk menanamnya kembali tanaman menarik tersebut.
Butir-butir buah tadi kemudian ditanamnya kembali di sekitar pusara Dewi Sri. Hingga tanpa terasa tanaman aneh tapi menarik tersebut tumbuh sangat banyak dan berbuah banyak pula semakin hari ke hari.
Si kakek dan nenek merasa kebingungan karena mereka belum tahu tanaman apa yang mereka tanam. Mereka merasa sukar memilih nama yang tepat untuk tanaman baru tersebut. Akhirnya dipilihlah nama Pare. Alasannya, dalam bahasa Sunda, sikap sulit mengambil keputusan disebut “Paparelean”.
Hingga sekarang, tanaman baru tersebut dikenal dengan nama Pare atau Padi dalam Bahasa Indonesia.
Post a Comment
Post a Comment