Alkisah, pada zaman dahulu kala tersebutlah ada sebuah kerajaan besar dan termasyhur di daerah Bengkulu bernama Kerajaan Serut. Kerajaan Serut ini dipimpin oleh seorang perempuan yang bernama Ratu Agung. Ratu Agung ini, beliau memiliki tujuh orang anak yang terdiri dari pangeran dan putri. anak yang paling besar atau Si sulung bernama Pangeran Anak Dalam Muara Bengkulu, sedangkan anak terkecil atau si bungsu bernama Putri Gading Cempaka. Saat usia ratu semakin tua dan sampai akhirnya Ratu Agung wafat, Pangeran Anak Dalam Muara Bengkulu kemudian oleh para penasehat dan pejabat istana dinobatkan sebagai penggantinya.
Si Sulung semenjak itu mulai berkuasa dan berusaha menjaga kerajaannya dengan baik, Ia kemudian memerintah Kerajaan Serut dengan adil serta bijaksana berusaha melanjutkan keadilan ibundanya. Di bawah kepemimpinan Si Sulung atau Pangeran Anak Dalam Muara Bengkulu, perdagangan Kerajaan Serut ternyata menjadi semakin berkembang dengan sangat pesatnya. Seiring berjalannya waktu, adik bungsu dari Raja Anak Dalam Muara Bengkulu, yaitu Putri Gading Cempaka, mulai tumbuh menjadi seorang gadis cantik jelita. Kecantikannya terkenal seantero negeri, banyak raja dan pangeran dari negeri-negeri seberang yang bermimpi untuk dapat menikahinya. Telah banyak juga para pangeran juga saudagar-saudagar kaya yang ingin mempersuntingnya. Pernikahan antara raja dan pangeran merupakan hal yang lazim saat itu, karena akan memperkuat kedudukan dan kekuasaan suatu negeri.
Kecantikan Putri Gading Cempaka kemudian diketahui pula oleh seorang Pangeran dari Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh saat terkenal karena kekuatan militernya yang kuat, tentaranya yang tangguh dan kemampuan bertempurnya yang tidak bisa dianggap main-main. Sang Pangeran Aceh tersebut segera mengirim utusan ke Kerajaan Serut untuk menyampaikan keinginan Pangeran Aceh yaitu dalam rangka melamar Putri Gading Cempaka untuk dijadikan menantu Raja Aceh.
Tetapi karena ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, keinginan Sang Pangeran untuk melamar ternyata terpaksa ditolak halus oleh Raja Anak Dalam Muara Bengkulu. Setelah mengetahui keinginannya untuk melamar ternyata ditolak oleh Raja Anak Dalam, Sang Pangeran Aceh merasa sangat terhina dan merasa tersinggung karenanya. Ia marah bukan main, harga dirinya seolah disobek-sobek. Ia kemudian memerintahkan panglima dan pasukan Kerajaan Aceh untuk segera menyerang Kerajaan Serut.
Tak lama kemudian persiapan perang dari Kerajaan Aceh mulai disiapkan, mereka mengirimkan berbagai pasukan secara besar-besaran dengan menggunakan kapal-kapal perang. Raja Anak Dalam Muara Bengkulu yang cerdas mengetahui rencana penyerangan dari Kerajaan Aceh tersebut. Ia kemudian segera menyiapkan siasat khusus yang belum pernah ada sebelumnya untuk menghadapi serangan dari pasukan Kerajaan Aceh. Ia mengetahui bahwa Kerajaan Aceh memiliki pasukan kuat dan pemberani. Kerajaan Aceh memang terkenal sulit untuk dikalahkan, karena itu diperlukan siasat yang dapat menghancurkan mental dan kesabaran dari pasukan Aceh supaya mereka hilang rasa juangnya.
Siasatnya adalah Ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk menebang pohon-pohon yang besar. Batang-batang kayu pohon gelondongan tersebut kemudian dilemparkan ke sungai, tujuannya agar bisa menghalangi manuver gerak kapal laut pasukan Kerajaan Aceh, ini akan menghambat sekaligus menghancurkan kesabaran dan semangat pasukan Aceh. Pasukan Kerajaan Serut segera bekerja keras menebangi pohon-pohon besar di sekitar sungai, kemudian segera menghanyutkan batang-batang pohon tersebut ke sungai sampai memenuhi sungai dengan gelondongan kayu. Sementara sebagian pasukan lain bersiap dan berjaga-jaga untuk menghadapi serangan pasukan Kerajaan Aceh. Sudah tak terhitung berapa banyaknya kayu-kayu gelondongan tersebut hanyut hingga memenuhi sungai.
Pasukan Aceh segera berangkat ke kerajaan Serut, saat pasukan Kerajaan Aceh tiba di sungai untuk menuju Kerajaan Serut, mereka terkejut karena mereka mendapati banyaknya batang-batang pohon yang hanyut dari arah hulu sungai, hal tersebut menghambat dan menghalangi kapal-kapal mereka. Dengan susah payah mereka berusaha menghindari dan menghancurkan kayu-kayu yang sangat menghambat perjalanan mereka itu. Untuk menghindari kayu-kayu yang terhanyut tersebut, beberapa prajurit Kerajaan Aceh berteriak, “Empang ka hulu! Empang ka hulu!”
Akhirnya setelah bekerja keras seharian dengan susah payah, kapal-kapal pasukan Kerajaan Aceh berhasil melaju dan mencapai tujuannya, walupun dengan berkorban tenaga dan pikiran yang membuat mereka kesal. Mereka kemudian mendarat di sebuah kaki bukit. Para prajurit Kerajaan Aceh kemudian melompat ke daratan dari kapal-kapal mereka. Para prajurit Aceh yang turun itu segera disambut oleh serangan pasukan Kerajaan Serut dengan berbagai anak panah yang berhamburan ke arah mereka, kemudian dilanjutkan serangan dari pasukan Kerajaan Serut yang memang telah menunggu. Maka terjadilah peperangan yang sangat hebat diantara kedua pasukan itu.
Dengan siasat yang cerdik Raja Anak Dalam Muara Bengkulu, kehebatan pasukan Kerajaan Aceh, mampu diimbangi oleh pasukan Kerajaan Serut karena tenaga pasukan kerajaan Aceh sudah cukup banyak terkuras dengan adanya rintangan di awal. Cukup lama peperangan tersebut berlangsung tanpa ada tanda-tanda pasukan mana akan unggul dan pasukan mana akan kalah, sudah berhari-hari peperangan tidak usai-usai. Sudah banyak korban mulai berjatuhan dari kedua belah pihak namun, kedua kekuatan tampak seimbang dan kalau dibiarkan ini akan mengakibatkan koraban yang semakin bertambah saja setiap harinya.
Melihat peperangan yang tidak berkesudahan tersebut, Raja Anak Dalam Muara Bengkulu merasa sedih, dia ikut merasakan derita pasukan yang meninggal serta rakyat yang kehilangan sanak saudara karena beban peperangan yang tidak berkesudahan. Ia tidak sanggup melihat begitu banyak korban berjatuhan. Akhirnya dengan diiringi oleh keenam adiknya, kerabat keluarga kerajaan, dan beberapa pengikut setianya, Raja Anak Dalam Muara Bengkulu kemudian pergi ke Gunung Bungkuk untuk bersembunyi, tidak ada yang mengetahui kemana mereka pergi. Mereka kemudian memutuskan untuk tinggal di gunung tersebut hingga peperangan berakhir.
Karena tidak ada tanda-tanda pasukan mana akan menang sedangkan moral kedua pasukan semakin merosot dan pihak kerajaan Serut juga tidak diketahui keberadaannya, akhirnya peperangan itupun berakhir sendirinya dan pasukan Aceh kembali ke tanah airnya. Kedua belah pihak kemudian bersepakat untuk berdamai dan mengakhiri konflik, tidak melanjutkan peperangan. Meskipun peperangan telah berakhir, namun Raja Anak Dalam beserta keenam adik dan pengikut setianya tetap tinggal di Gunung Bungkuk mereka merasa tempat tersebut layak ditinggal dan kondisinya sangat strategis.
Sejak peperangan antara dua kerajaan yang berlangsung dahsyat tersebut, wilayah Kerajaan Serut kemudian berubah penyebutan namanya. hal ini dimulai dari teriakan para prajurit Kerajaan Aceh yang hendak menepi dari kapal perangnya, Empang Ka Hulu, tiba-tiba berubah penyebutannya menjadi Pangkahulu, kemudian berubah lagi menjadi Bangkahulu dan akhirnya seiring berjalannya waktu yang semakin lama, masyarakat kini mengenalnya dengan nama Bengkulu.
Post a Comment
Post a Comment