Masa kecil Umair tidak diketahui, tetapi sebagai seorang pemuda yang mempunyai kekuatan dan kemampuan kuat dalam berpikir. Pendapat-pendapatnya selalu dijadikan rujukan orang-orang dalam kabilahnya. Dia juga diketahui sebagai seseorang yang memilki kemampuan berenang, yang tentu saja kemampuan tersebut sangat jarang dikuasai oleh orang Arab yang hidup di padang pasir tandus. Dijelaskan pula bahwa kecepatan Umair bin Wahb dalam berlari dapat mengimbangi kecepatan burung yang terbang. Kekuatannya dapat mengalahkan kecepatan dua kuda yang sedang menarik gerobak, dan kemahirannya dalam berenang dapat mengikuti kecepatan ikan berenang.
Saat beliau masih dalam keadaan kafir jahiliyah, dia mendengar bahwa ada seorang pemuda yang berasal dari keturunan Abdul Muthalib (Muhammad bin Abdullah) telah menghina patung dan berhala sembahannya, serta menyeru kepada oarang-orang untuk beribadah kepada Allah SWT. Maka, seperti orang-orang Quraisy jahiliyah kala itu, termasuk juga dirinya bertekad untuk memerangi Nabi Muhammad saw dan para pengikut beliau.
Saat akan dilaksanakannya perang Badar, berduyun-duyun orang-orang kafir Quraisy tak terkecuali juga Umair keluar dengan peralatan perang yang lengkap untuk dapat mengalahkan umat Islam. Mereka pun berjalan sampai ke air Badar. Namun, umat Islam ternyata telah mendahului mereka di tempat tersebut kemudian berhasil menguasai tempat air. Para kafir Quraisy itu kemudian melakukan pengintaian untuk mengetahui tentang jumlah dan keadaan pasukan serta kekuatan pihak muslimin. Di antara anggota dan pasukan pengintaian tersebut salah satunya adalah Umair.
Sekembalinya Umair dalam pengintaiannya, dia kemudian menjelaskan hasil pengintaiannya tersebut kepada para pembesar Quraisy, “Aku telah menaiki lembah untuk mengintai pasukan muslimin, tetapi aku tidak melihat kekuatan sama sekali dalam pasukan Muslim.”
Mendengar jawaban Umair, mereka berteriak dengan gembira, “Kamu pasti akan dapat merampas persenjataan mereka dan tanah pun nanti akan dibanjiri dengan darah mereka.” Mendengar sambutan kegembiraan dari teman-temannya itu, Umair kemudian berkata, “Wahai Teman-temanku, aku telah melihat cita-cita yang akan mendatangkan kematian.”
Dia pun kemudian terdiam sejenak, selanjutnya dia berkata, “kita akan mendatangi Yastrib (Madinah) dengan mendapatkan kematian secara penuh dari umat Islam. mereka adalah satu kelompok yang tidak mempunyai perisai kecuali hanya pedang. Umair sedang meremehkan kekuatan pasukan muslim. Mendengar pernyataan Umair tersebut, Hakim bin Hizam kemudian mengatakan sesuatu kepada kaumnya untuk sebaiknyatidak berperang dan kembali saja ke Makkah. Pendapat Hakim kemudian dibenarkan oleh Syaibah dan Utbah. Kedua orang tersebut termasuk orang saleh di kalangan Quraisy Mekkah. Keduanya bahkan mengingatkan kepada pasukan Quraisy untuk kembali saja ke Makkah. Utbah berkata, “Dengarkanlah nasihatku ini dan jangan meremehkan nasihatku ini.”
Ketika Abu Jahal mendengar perkataan Utbah tersebut, Abu Jahal malah semakin menghasut kepada orang-orang kafir Qurasiy itu, untuk segera melaksanakan peperangan. Orang-orang kafir Quraisy itu merasa, bahwa mereka sedang berada di atas angin, karena jumlah pasukan mereka yang lebih besar dan memiliki peralatan yang lebih lengkap dibandingkan pasukan muslim. Namun, ternyata kenyataannya Allah justru memberikan kemenangan yang penuh bagi pihak muslim pada perang badar tersebut.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran (3): 123-126, “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu (ketika itu) adalah orang-oranng yang lemah (keadaan kaum muslimin lemah karena jumlah mereka sedikit dan perlengkapan mereka kurang mencukupi). Karena itu, bertawakalah kepada Allah supaya kamu menysukurinya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang-orang mukmin, ‘Apakah tidak cukup bagimu Allah membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” Tentu (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa, dan mereka datang menyerangmu dengan serta merta, niscaya Allah membantumu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenanganmu) dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Kekalahan dalam perang Badar membuat Umair dan teman-temannya, pulang kembali ke kota Mekkah dengan membawa kesedihan yang sangat dalam. Apalagi putra Umair yang bernama Ahb bin Umair berhasil ditawan oleh umat Islam. Dirinya sangat gelisah sampai-sampai tidak mampu lagi untuk menguasai dirinya, dia menjadi tidak sabar dan sulit berlaku bijak. Hal tersebut juga dirasakan oleh Sofwan bin Umayyah, ayahnya juga terbunuh dalam perang Badar. Sufyan berkata, “Tidak ada kebaikan sedikit pun bagi kita setelah perang Badar usai.” Umair menjawab, “Jika aku tidak mempunyai agama dan keluarga, aku pasti akan mencari dan membunuh Muhammad.”
Sofwan bertanya kepada Umair, “Bagaimana mungkin kau bisa membunuhnya Umair?” Umair menjawab, “Sesungguhnya aku ini masih memiliki hubungan keluarga (ada sahabat nabi yang berkerabat dengan Umair) dengan mereka dan putraku juga ditawan oleh mereka.”
Mendengar ucapan Umair, Sofyan kemudian berpikir dan mencari jalan bagaimana cara untuk dapat membalas dendam kepada kaum muslimin. Kemudian dia berkata pada Umair, “Agamamu menjadi agamaku dan keluargamu menjadi keluargaku. Aku akan menanggung biaya dan kehidupan mereka selama mereka hidup.” Umair menjawab, “maka, rahasiakan rencana kita ini.” Umair pun segera mempersiapkan dirinya untuk melakukan perjalan menuju kota Madinah dalam rangka membunuh Nabi Muhammad saw.
Setelah bekal perjalanannya siap, dia pun segera berjalan pergi ke Kota Yastrib, dia melaju kudanya bagaikan angin yang bertiup kencang. Dia berharap pedangnya dapat membunuh Muhammad bin Abdullah. Tidak lama kemudian, sampailah Umair di Kota Yatsrib atau Madinah Al-Munawaroh. Kedatangan Umair diketahui oleh Umar bin Khaththab ra yang sedang duduk dan berbicang di depan masjid Nabawi dengan para sahabat. Umar Bin Khattab berkata: “Dia adalah musuh Allah. Kedatangannya pasti dalam rangka berbuat jahat, karena dialah orang yang telah mengadu domba dan memaksa kita untuk berperang saat di Badar.”
Umar bin Khattab segera menghadap Rasulullah, beliau melaporkan kedatangan Umair ke Kota Yatsrib, kemudian berkata, "Wahai Nabi Allah, idia ini adalah musuh Allah, dia datang dengan membawa pedangnya.”
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Hadapkan orang itu kepadaku.”
Orang-orang dari golongan Anshar kemudian membawa Umair menghadap kepada Rasulullah SAW, sedangkan Umar memegangi sebuah tali pedang yang berada di leher Umair. Rasulullah SAW bersabda, “Lepaskanlah dia wahai Umar.”
Rasulullah kemudian berkata kepada Umair, “Mendekatlah.” Kemudian Umair pun mendekat, dia kemudian berkata, “Berbuat baiklah kamu di waktu pagi.” (kata penghormatan orang-orang jahiliah kepada orang lain). Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah memuliakan kami dengan salam penghormatan yang lebih baik dari salam penghormatanmu itu, ya Umair. Yakni salam penghormatan bagi para ahli surga.”
Umair lantas menjawab, “Ya Muhammad, apabila engkau seperti itu, artinya engkau telah mempunyai ajaran baru.”
Nabi bertanya, “Ap maksud kedatanganmu ke sini?”
Umair menjawab, “Aku datang ke sini untuk memohon pembebasan bagi seorang tawanan perang badar yang telah engkau tawan.”
Nabi kemudian bertanya, “tetapi, mengapa engkau membawa pedang?”
Umair menjawab, “Ya, ini untuk menjaga diriku.”
Nabi kemudian kembali bertanya sekali lagi, “Apa memang benar maksudmu ke sini hanya untuk itu saja?”
Umair menjawab, “Memang benar, tujuanku ke sini, memang untuk malaksanakn pembebasan bagi seorang tawanan.”
Rasulullah kemudian bersabda, “Bukankah engkau dan Sofyan telah duduk bersama di Hijr? Kemudian Kalian berdua membicarakan tentang beberapa korban perang. Kemudian engkau berkata, ‘Jika aku tidak mempunyai agama dan keluarga, aku akan keluar untuk membunuh Muhammad.’ Kemudian, Sofwan bin Umayyah menanggung agama serta keluargamu agar kamu dapat membunuhku. Hanya Allah saja yang dapat menghalangimu dari masalah tersebut.”
Umair kaget, bagaimana Nabi Muhammad dapat mengetahui rencananya. Ia kemudian menjawab, “Aku bersaksi bahwa memang engkau adalah utusan Allah. Ya Rasulullah, kami benar-benar telah mendustakanmu dengan wahyu yang telah engkau bawa dari langit dan wahyu yang turun kepadamu. Masalah tersebut, sungguh hanya aku dan Sofwan yang tahu. Demi Allah, engkau ternyata mengetahui masalah tersebut, pastinya itu berasal dari Allah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah kepadaku dan membawaku ke hadapanmu.” Lalu, dia kemudian bersaksi dengan dua kalimat syahadat.
Rasulullah SAW bersabda, “Ajarkan agama dan Al-Quran kepadanya, kemudian bebaskan tawanannya.” Para sahabat pun segera melaksanakan perintah Nabi Muhammad saw.
Umair berkata, “Ya Rasululllah SAW aku telah berjuang sekuat tenaga untuk menghancurkan cahaya Allah dan sangat memusuhi kepada orang-orang yang menganut agama Allah. Sekarang aku akan senang sekali apabila engkau mengizinkan aku kembali ke Kota Makkah dan menyeru kepada penduduk Makkah untuk masuk agama Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka untuk menganut agama yang benar. Jika mereka tidak mau masuk Islam, maka aku akan menyakiti mereka seperti aku telah menyakiti para sahabatmu di masa lalu.” Rasulullah SAW kemudian mengizinkannya untuk kembali ke kota Mekkah. Umair segera kembali ke Mekah dengan perasaan bangga dan suka cita, karena pada dirinya terdapat keimanan yang baru, keimanan yang tidak terduga sebelumnya.
Itulah Kisah Masuk Islamnya Umair Bin Wahb yang hendak membunuh Nabi.
Post a Comment
Post a Comment